Cinta Sejati



Harus bagaimana lagi? Dia sangat menarik. Bibirnya begitu menggoda. Basah oleh bibirku. Pucat. Seakan-akan seluruh darahnya kesal mengisi aliran pembuluhnya. Tubuhku begitu panas. Darah sudah tak sanggup mendinginkan geloranya. Aku mengusap bibir sampai beberapa menit. Rasanya sudah mendekati hampir satu jam, tetapi aku masih meminati daya tariknya.

Di tetap dingin, tetapi justru itu yang menarik. Semakin dia tak bereaksi, semakin aku ingin menaklukkannya. Aku adalah orang yang lebih menghargai apa yang aku perjuangkan dengan keras. Jika setelah ini dia milikku, aku pastilah menghadiahinya suatu tempat terbaik di hatiku.

Dia tak bersuara. Matanya tertutup. Rambutnya tergerak disamping. Aku semakin penasaran. Apakah cumbuanku masih kurang? Atau aku kurang jago menyenangkan wanita? Tetapi jika memang tak suka, kenapa dia bergeming. Tubuhnya tak menampakkan tanda penolakan. Bahkan matanya tetap terpejam, seakan-akan masih belum terpuaskan olehku.

Aku masih seorang bocah ketika mengenalnya pertama kali. Dia gadis tercantik. Namun pendiam. Bisu dalam suara, tetapi tidak dengan matanya. Aku selalu mencuri-curi waktu di kelas untuk sekedar melihatnya. Ia juga melihatku. Matanya itu bukan mata pemalu. Aku tahu pasti. Dia bukan Nila yang selalu membuang muka, atau Putri yang selalu memoyongkan bibir. Dia adalah Sonyaku.

Rumahnya cukup besar. Di bilangan perumahan elit di Surabaya barat. Dekat mall besar. Kata orang, itu mall-nya orang kaya. Aku sendiri sebelumnya tidak pernah kesana. Buat apa kesana. Aku tidak pernah punya cukup uang untuk makan, apalagi sekedar minum kopi di kafe sana. Tetapi hanya untuk melihat senyumnya, aku datang kesana. Aku tahu dari omongan-omongan teman-temanku kalau Sonya dan orangtuanya sering kesana.

Dan benarlah itu. Aku lihat Sonya di restoran cina terkenal. Dia cukup cantik. Rambutnya dikepang dua dengan ikat rambut bola-bola transparan. Sonya melihatku. Dia tidak berkata apa-apa, tetapi aku tahu dia suka padaku. Dia tidak memalingkan muka. Ketika orangtuanya terlihat bertanya padanya apa yang dia lihat, buru-buru aku menyembunyikan diri. Bagaimana pendapat mereka jika mereka tahu bahwa Sonya punya teman yang hanya bersandal jepit ke mall.

Siang ini aku menunggu Sonya di lapangan basket. Aku ingin berbicara meski cuma satu menit. Semoga Tuhan mendengar doaku. Menguatkan aku. Membuatku aku bisa mengatakan…ah entahlah….aku tidak berharap banyak.

Sonya berjalan tidak sendiri. Disampingnya ada Amargo. Guru Karate di ekstrakuler sekolahku. Pacarnya? Sonya pacar Bang Amargo? Aku cuma menelan ludah.

Sonya melihatku. Seperti biasa. Dia tak berkata apa-apa. Sukakah Sonya sama aku? Atau ia hanya ingin berteman saja denganku? Aku memandangnya sampai Sonya masuk ke dalam mobil ditemani Amargo. Sonya melihatku. Kali ini dia tersenyum. Senyum paling manis. Hari itu adalah hari terakhir aku melihatnya. Aku memang sengaja tidak memikirkan Sonya lagi. Pamali berharap pacar seseorang menjadi pacar kita. Aku hanya ingin meninggalkan sekolah ini cepat-cepat. Semakin tidak melihat Sonya semakin baik.

Aku melihat pengumuman di koran kalau aku diterima di fakultas kedokteran. Tapi orangtuaku syok. Bagian panitia penerimaan mengharuskan membayarkan uang dalam hitungan ratusan juta. Ya, ampun. Darimana kami mendapatkan uang itu. Aku pikir kalau keterima di sekolah negeri kita tidak perlu membayar. “Kami akan memberikan kursi ini ke orang lain kalau Bapak tidak mau,” begitu kata Mbak Judes itu.

Aku tidak tega penderitaan orangtuaku. Aku bilang pada mereka, “Sudahlah, Pak. Aku mau kerja dulu sebelum kuliah. Nanti aku mau membiayai kuliah sendiri.”

Aku diterima sebagai tenaga pembersih di rumah sakit. Lumayanlah, setidak-tidaknya aku bekerja di lingkungan yang aku sukai. Siapa tahu nanti aku jadi dokter beneran.

Aku memandangi Sonya. Aku rapikan selimutnya. Aku menyentuh tubuhnya. Dingin. “Maafkan, aku Son. Aku mencintaimu. Aku pergi dulu, ya. Semoga kamu lama disini, nanti aku kemari lagi.”

Aku keluar dari ruangan. Kututup pintu. Aku melihat papan tulisan kamar jenazah agak miring. Aku rapikan sampai simetris sebelum kuangkat ember untuk mengepel lantai.

*sumber gambar: pinterest.com

Cinta Sejati Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Good Dreamer

0 komentar:

Posting Komentar