Aku Tahu Tempatnya


Arya masih duduk di taman hotel. Dari tempat itu, ia mempunyai pandangan yang sangat jelas ke lantai dua. Selama karir kepolisiannya, baru kali ini ia menemukan kasus yang aneh. Seorang pengunjung hotel yang menginap di lantai 2 terbunuh. Kulitnya mengerut. Seakan-akan seluruh cairan di tubuhnya dihisap tanpa sisa. Matanya terbelalak, tampak takut akan sesuatu. Isi perut hilang. Tak ada sidik jari. Tak ada saksi. Tak ada tanda-tanda perusakan pintu. Lewat mana si pembunuh? Juga bukan perampokan karena milik korban utuh. Satu hal yang sangat aneh lagi, tempat tidur korban tampak rapi. Tak ada tanda-tanda si korban melawan.
Ketika matanya terpejam menata segala fakta, telinganya menangkap seseorang sedang bersenandung. Arya membuka mata dengan marah. Ia sudah memerintahkan kepada polisi yang menjaga taman ini agar tak seorangpun diijinkan masuk. Lantas siapa si pesenandung ini?
Seorang gadis kecil tampak berjalan dengan riang. Sesekali dia meloncat-loncat kecil dan memutar-mutarkan tubuhnya. Arya bangkit, di dekatinya gadis itu dari arah belakang. Gadis itu tampak sibuk bermain-main air di tempat air mancur di tengah-tengah taman.
“Hallo, sayang.”
Gadis itu menoleh. Wajahnya tidak nampak terkejut. Wajahnya lebih kelihatan prihatin.
“Hallo, Om. Pembunuhnya sudah ketemu?” Giginya ompong. Tawanya renyah.
Arya terkejut. Anak ini berumur sekitar sembilan tahun, tetapi ia berbicara pembunuhan seperti berbicara masalah PR sekolah saja.
“Pembunuhan apa ya?” Arya pura-pura tidak mengerti.
“Dia dibunuh disana.” Telunjuknya mengarah bagian taman yang lebih rimbun. “Yang membunuh bukan orang, tapi orang-orang.” Gadis itu menari-nari lagi. Ia memutar-mutarkan badannya lagi sebelum berkata, “Kasihan, Om. Banyak orang-orang yang dibunuh disana.”
Arya terperanjat. “Darimana kamu tahu, Nak?”
Gadis itu berhenti menari. Pandangan matanya tampak sendu. Tiba-tiba dia berlari meninggalkan Arya. “Sebentar, Nak. Tunggu!”
Arya terjaga dari tidurnya. Kopi di sampingnya tumpah. Tangannya tak sengaja menghempaskannya. Ia mengucek-ucek matanya dan lega, ternyata ia cuma bermimpi.
Arya berdiri dan berjalan menuju ke tempat seperti yang ditunjuk gadis kecil di mimpinya. Ia merasa lucu. Tak logis dan takhayul, namun tak ada salahnya dicoba. Di balik rerimbunan semak, terdapat jalan setapak menuju ke dataran tanah yang lebih rendah. Di ujung jalan, terdapat sebuah bak raksasa. Mungkin bekas kolam renang, pikir Arya.
Arya menutup hidung. Bau anyir semakin menguat sejalan dengan jaraknya yang semakin mengecil ke arah kolam. Tiba-tiba Arya berhenti. Dari jaraknya berdiri, matanya melotot pada air kolam yang memerah. Di tepi—seberang Arya berdiri—tergeletak beberapa orang dengan kepala mengarah ke arah kolam. Leher mereka seperti habis tergorok. Sisa-sisa aliran darah dari tempat kepala mereka tergeletak meninggalkan jejak ke arah kolam.
Arya sekarang sadar. Kolam tersebut memerah bukan karena air tercampur darah tetapi benar-benar darah kental. Perutnya ingin muntah, tetapi ia tak dapat berhenti. Sebagai penyelidik ia harus tahu ada apa ini?
Dia kembali ke tempat dia duduk. Dengan HT dipanggilnya rekan-rekannya dan petugas medis. Setengah jam berlalu, mobil-mobil ambulan berdatangan. Beberapa polisi bergerak menuju ke tempat yang ditunjuk Arya.
Belum sempat Arya mengikuti rekan-rekannya ke kolam renang karena masih berbicara kepada polisi penjaga, teman-temannya sudah kembali kepadanya. Arya heran mendengar keterangan polisi-polisi itu. Dia berlari ke arah kolam renang.
Hampir saja matanya copot. Kolam renang yang dilihatnya tak berisi apa-apa. Bahkan Arya dapat melihat dasarnya. Berlumut. Keramiknya pecah-pecah. Dindingnya sebagian ambrol. Bola matanya juga tak menemukan orang-orang tergeletak di seberang sana. Tak ada bau anyir. Semuanya tampak normal. Senormal kolam renang yang tak pernah dipakai dalam jangka waktu lama.

Aku Tahu Tempatnya Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Good Dreamer

0 komentar:

Posting Komentar